JAKARTA - Sukses menangani kasus investasi bodong, LQ Indonesia Lawfirm kembali mendapatkan kepercayaan dari para korban kasus gagal bayar Minna Padi Investama Sekuritas. Mereka meminta agar LQ Indonesia Lawfirm dapat menuntaskan kasus yang merugikan puluhan orang dengan nilai kerugian mencapai Rp 23 miliar. Kepala Cabang LQ Indonesia Lawfirm Jakarta Barat, Saddan Sitorus, SH menerangkan kasus Minna Padi Investama Sekuritas sedikit berbeda dari kasus gagal bayar lainnya, seperti Koperasi Simpan Pinjam KSP Indosurya. Alasannya karena Minna Padi Investama Sekuritas memiliki ijin dari Otoritas Jasa Keuangan OJK. Sehingga menurutnya tidak mungkin dijerat oleh pidana perbankan "Namun, LQ Indonesia Lawfirm melihat bahwa perbuatan pidana atau itikat tidak baik Minnapadi, dimulai ketika menawarkan produk Reksadana dengan bunga fixed," ungkap Saddan dalam siaran tertulis pada Selasa 5/10/2021. "Di sinilah adanya pelanggaran peraturan OJK, di mana OJK melarang adanya reksadana atau produk pasar modal menjanjikan fixed return," tegasnya. Saddan menerangkan, pelanggaran peraturan OJK tersebut telah didalami oleh tim litigasi. Berdasarkan hasil gelar perkara, kasus yang merugikan para korban itu tak hanya pelanggaran administrasi, tetapi masuk dalam rangkaian tindak pidana penipuan atau penggelapan. Selain itu, besar dugaan melanggar Pasal 8 Juncto Pasal 62 Undang-undang UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. "Ancamannya pidana lima tahun penjara," imbuhnya. Gugat OJK Sugi selaku kabid Humas LQ Indonesia Lawfirm, menegaskan pihaknya telah menyusun strategi dalam penanganan kasus gagal bayar. Satu di antaranya adalah menggugat OJK yang diduga menjadi penyebab kerugian para korban. "Kemungkinan dalam kasus Minna Padi Investama Sekuritas, LQ Indonesia Lawfirm akan mengugat OJK, dikarenakan OJK diduga menjadi penyebab kerugian yang dialami para korban," ungkap Sugi.
Foto Nasabah Minna Padi Aset Manajemen MPAM, Jumat 11 Juni 2021/Monica Wareza/CNBC Indonesia Jakarta, CNBC Indonesia - Investor PT Minna Padi Asset Manajemen MPAM meminta Otoritas Jasa Keuangan OJK untuk menyelesaikan masalah pengembalian dana investasi setelah enam reksa dana milik MPAM dibubarkan jelang akhir 2019 hingga saat ini masih belum ada penyelesaian antara kedua belah investor MPAM Jackson mengharapkan masalah tersebut bisa tuntas dan pengembalian dana investasi dilakukan meski saat ini sudah jauh dari waktu yang sesuai dengan ketentuan dan janji dari perusahaan. "Kita dari teman-teman nasabah Minna Padi berharap, pertama, OJK sebagai regulator, pengawas maupun perlindungan konsumen menuntaskan masalah Minna Padi ini supaya tidak berhenti pada suspend maupun pembubaran," kata Jackson dalam konferensi pers yang digelar oleh nasabah MPAM, di Hotel Borobudur, Jumat 11/6/2021.Lebih lanjut, investor lainnya, Catherin Sujanti mengungkapkan para investor ini telah menerima pembayaran sebesar 20% dari NAV net asset value pembubaran keenam reksa dana tersebut per 25 November tersebut dibayarkan pada 11 Maret 2020 dengan nilai pembayaran yang berbeda per dengan berjalannya waktu, mediasi kembali dilakukan difasilitasi dengan OJK bersama dengan pihak pertemuan tersebut MPAM memberikan penawaran sebesar belasan persen dari sisa dana yang belum diberikan, dan langsung meminta persetujuan nasabah saat itu juga."Terus dengan berjalannya waktu, kita kan juga ada ke OJK meeting dengan Minna Padi. Nah jadi ada penawaran bahwa dia meminta nasabah itu menandatangani surat bahwa akan dibayarkan lagi sekitar belasan persen gitu tapi setelah itu selesai, nasabah tidak berhak menuntut lagi," jelas Catherin di kesempatan yang penawaran tersebut ditolak oleh para investor dan menuntut pengembalian dana tersebut secara penuh seperti janji yang disampaikan MPAM reksa dana tersebut oleh OJK disebabkan karena produk tersebut tidak sesuai dengan ketentuan OJK, sebab memberikan nilai imbal hasil yang pasti fixed rate.Jackson menegaskan bahwa nasabah memutuskan untuk menginvestasikan dananya dalam produk reksa dana tersebut lantaran disebutkan bahwa Minna Padi telah diawasi oleh OJK sehingga dinilai lebih kesempatan yang sama, mantan Direktur Utama Bursa Efek Jakarta kini Bursa Efek Indonesia/BEI, Hasan Zein Mahmud mengimbau investor untuk memiliki edukasi yang cukup sebelum masuk dan berinvestasi di pasar modal."Saya ingin mengatakan bahwa di dalam hukum sebenarnya tidak ada istilah tidak kenal aturan.""Hukum itu beranggapan bahwa anda kenal aturan. Kalau anda tidak kenal tidak, ketika reksadana yang tidak boleh menjanjikan fixed return di dalam format deposito yang menjanjikan itu salah. Anda tidak tahu, oke. Saya tidak tahu apakah Anda tahu atau tidak tahu," jelas dia juga memberikan imbauan kepada manajemen MPAM untuk muncul ke publik dan menyelesaikan permasalahan tersebut."Imbauan untuk Minna Padi, kalau Anda punya etika tampillah selesaikan," tegasnya."Anda tidak dapat membeli kehormatan, anda harus mendapatkan dengan perilaku Anda. Kalau mereka punya aturan, etika, datanglah. Gagal bayar itu merupakan hal yang biasa dalam bisnis. Setiap hari ada perusahaan yang gagal bayar, tapi gagal karena pelanggaran itu sesuatu yang luar biasa dalam kaca mata saya," kata dia."Jadi tampil lah, duduk selesaikan, kalau perlu korbankan seluruh kekayaan pribadi. Di luar [negeri] sebuah perusahaan bangkrut, pemiliknya bangkrut. Di Indonesia perusahaan bangkrut, pemiliknya makin kaya. Itu etika bisnisnya sama sekali tidak ada. Tolong lah bantu penyelesaian. Saya kira kalau kita terbuka insyaallah bisa diselesaikan," Maret 2021, CNBC Indonesia juga memberitakan bahwa perwakilan nasabah MPAM menyampaikan kekecewaannya terkait dengan likuidasi atas enam produk reksa dana perseroan yang belum dibayarkan kewajiban yang dibayarkan sebesar Rp 6 triliun, MPAM baru membayar sebesar Rp 1,6 triliun, sehingga nasabah berpotensi mengalami kerugian lebih dari Rp 4 Dokumen Pembayaran Nasabah Minna Padi AsetDokumen Pembayaran Nasabah Minna Padi AsetSementara itu, nilai aktiva bersih NAB pembubaran reksa dana yang tersisa masih sebesar Rp 2,9 triliun."Kerugian nasabah yang belum kembali itu minimal Rp 4 triliun lebih," kata perwakilan nasabah kepada CNBC Indonesia, saat itu Selasa 2/3/2021.Seperti diketahui, OJK telah membubarkan enam reksa dana Minna Padi dengan dana kelolaan Rp 6 triliun milik nasabah MPAM. Sebanyak 6 reksa dana tersebut ialah, Amanah Saham Syariah, Hastinaputra Saham, Pringgodani Saham, Pasopati Saham, Properti Plus Saham dan Keraton rinci, perkiraan kekurangan pembayaran sesuai dengan NAV net asset value pembubaran dengan asumsi jumlah unit mengikuti tanggal 30 November/ belum ada penjualan apapun dari tanggal 25 November 2019 - 30 November 2019 adalah total dari 6 produk itu Rp 2,9 terdiri dari Amanah Saham Syariah Rp 128,55 miliar, Hastinapura Saham Rp 545,35 miliar, Pringgondani Saham Rp 1,21 triliun, Pasopati Saham Rp 690,17 miliar, Property Plus Saham Rp 141,37 miliar, Keraton II Rp 187,17 miliar, sehingga total Rp 2,91 surat MPAM kepada nasabah pada 30 September yang diperoleh CNBC Indonesia dan ditandatangani Direktur MPAM, Budi Wihartanto, memang disebutkan tanggal efektif pembubaran dan likuidasi atas reksa dana Amanah Saham Syariah pada Rabu, 30 September 2020."MPAM telah melakukan pelunasan sebagian kepada pemegang Unit Penyertaan PUP dengan membagikan dana cash hasil penjualan portofolio efek reksa dana Amanah Saham Syariah secara proporsional pada 11 Maret 2020," kata Budi, dalam Minna Padi memang meminta persetujuan regulator untuk menjalankan lelang terbuka sebagai solusi untuk menyelesaikan pembubaran likuidasi atas 6 reksa dana yang dikelola MPAM."Kami tengah meminta persetujuan OJK untuk menjalankan proses lelang terbuka di luar mekanisme bursa efek, yakni penjualan saham melalui balai lelang independen yang ditunjuk," kata Budi, saat itu, Selasa 23/6/2020. [GambasVideo CNBC] Artikel Selanjutnya Likuiditas, Tantangan MI Kembangkan Produk Reksa Dana Indeks tas/tasKerugianatau gagal bayar yang harus diterima investor akibat kasus ini diperkirakan mencapai 4 trilyun rupiah. Bagaimana kasus ini terjadi? Check this out! Awal Mula Kasus yang terjadi pada Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) bermula ketika OJK melakukan investigasi pada MPAM. Home Bursa Finansial Jum'at, 11 Juni 2021 - 1604 WIBloading... Perwakilan nasabah Minna Padi. Foto/SINDOnews/Michelle Natalia A A A JAKARTA - Perwakilan dari 4 ribu lebih nasabah PT Minna Padi Asset Management MPAM mengeluhkan reksa dananya yang dilikuidasi atas 6 produk reksa dana yang belum dibayarkan sepenuhnya. Pasalnya, MPAM baru membayar 20%, atau sekitar Rp1,6 triliun dari kewajiban total sebanyak Rp6 triliun. Mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia BEI periode 1991-1996, Hasan Zein Mahmud turut angkat suara dalam kasus ini. "Saya merasa punya andil dalam pengembangan pasar modal Indonesia. Saya tidak rela pasar modal yang sudah dibangun menjadi ajang judi," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat11/6/2021.Dia menghimbau agar para nasabah dan pihak MPAM segera menyelesaikan masalah. "Jangan atasi pelanggaran dengan pelanggaran hukum juga. Kenalilah medan sebelum anda masuk ke medan. Untuk para investor pun, jangan berharap cepat kaya sehingga mudah teriming-imingi," tegasnya. Baca Juga Dalam hukum, dia mengingatkan tidak ada istilah tidak kenal aturan. Ketika reksadana sendiri tidak boleh menjanjikan fixed return, dalam anggapan hukum, investor yang memilih produk ini sudah dianggap paham. "Kita cari keuntungan dengan cara yang betul. Gagal bayar itu sesuatu yang sangat biasa dalam bisnis. Tapi gagal bayar karena pelanggaran itu sesuatu yang luar biasa," kecamnya. Dia menyayangkan situasi yang ada di Indonesia, di mana ketika perusahaan bangkrut, pemiliknya makin kaya. Itu menandakan etika bisnisnya tidak ada. Hasan pun menyampaikan himbauan kepada Otoritas Jasa Keuangan OJK. "Saya sudah ada di pasar modal di hari-hari pertama. OJK institusi yang kewenangannya paling besar, membina, mengawasi, melindungi. Ini ada kasus seperti ini, seakan punya meriam tapi justru tidak digunakan," mengumpamakan, ketika hukum itu tidak tegak, hukum itu seakan ditulis dalam air. Memang, sambung Hasan, kewenangan OJK secara administratif sudah dilakukan melalui surat suspend. "Tapi kalau perkara perdata, OJK bisa menjadi hakim. Perlindungan di dunia ini bukan masuk penjara, tapi, keadilan itu kalau orang yang salah dihukum, korban dilindungi," tandasnya. ojk otoritas jasa keuangan ojk bursa efek indonesia bei nasabah pt minna padi asset management mpam Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 7 jam yang lalu 7 jam yang lalu 8 jam yang lalu 9 jam yang lalu 9 jam yang lalu 10 jam yang lalu PTMinna Padi Aset Manajemen diduga terkena imbas gagal bayar yang menyebabkan sebanyak 31 nasabah menjadi korban dengan kerugian hingga Rp28 M dari produk reksadana yang dilikuidasi. Monday, 08 Nov 2021 - Korban investasi PT. Minna Padi Aset Manajemen mengadukan kasus gagal bayar ke Polres Metro Jakarta Selatan. Salah satu korban investasi bodong PT. Minna Padi Aset Manajemen wanita berinisial T mengaku mengalami kerugian materiil hingga mencapai Rp2 miliar."Sudah dua kali, kami layangkan somasi dan peringatkan secara tegas kepada petinggi PT. Minna Padi Aset Manajemen agar segera mengembalikan uang milik Klien kami, namun tak juga kunjung dikembalikan hingga berujung pada Laporan Polisi," katanya, Selasa 18/10/2021. Sebelumnya Klien LQ menginvestasikan uangnya di PT. Minna Padi Aset Manajemen sekitar bulan Juni 2018 dan dijanjikan mendapat bunga tetap sebesar 11 persen per-tahun dengan penempatan minimal lima ratus juta rupiah dalam jangka waktu 6 bulan, tak hanya itu investasi yang ditawarkan adalah Fix Return Investment seperti deposito tanpa dipengaruhi kondisi harga saham atau NAB asset. "Jelas Kami polisikan. Pertama adanya bukti berupa form pembelian unit penyertaan reksadana, kedua adanya bukti setor uang disertai keterangan penanaman modal investasi kepada PT. Minna Padi Aset Manajemen dan dokumen pendukung lainnya," ujar Advokat Anita Natalia Manafe, Menurut Ketua Pengurus LQ Indonesia Law Firm Advokat Alvin Lim, langkah pidana sangat disarankan dalam menangani kasus investasi bodong atau gagal bayar mengingat ada ancaman hukuman badan atau penjara untuk pemilik dan pengurus perusahaan tersebut."Karena merekalah yang sebenarnya paling tau kemana uang para nasabah dan dimana aset perusahaan, yang umumnya disembunyikan ke luar negeri atau dialihkan ke orang lain atau perusahaan lain," itu, polisi melalui PPATK dapat menyita seluruh aset pribadi milik pengurus perusahaan untuk nantinya melalui Pengadilan dapat dikembalikan kepada para nasabah."Mayoritas kasus investasi bodong atau gagal bayar ketika pemilik dan pengurus akan atau telah dijadikan Tersangka, maka mereka tidak akan mau ditahan dan melalui kuasa hukumnya akan meminta agar Laporan Polisi dihentikan," ucapnya. LQ Indonesia Law Firm mengimbau kepada seluruh masyarakat tanah air agar lebih berhati-hati jika ingin menginvestasikan uangnya. Harus lebih selektif dalam memilih perusahaan jasa keuangan yang nantinya akan dipilih sebagai perusahaan pengelola dana investasi. Masyarakat juga harus memperhatikan hal-hal penting lainnya walaupun perusahaan tersebut telah mengantongi ijin dari Otoritas Jasa Keuangan OJK. Seperti halnya kasus PT. Minna Padi Aset Manajemen walau sudah mengantongi ijin dari OJK tetap saja gagal bayar dan belum kembalikan uang para nasabahnya. OJK menilai dua produk reksadana PT. Minna Padi Aset Manajemen yaitu Reksadana Minna Padi Pasopati dan Reksadana Minna Padi Pringgondani Saham, keduanya telah melanggar ketentuan penjualan karena menjanjikan Return pasti kepada calon nasabah, sehingga OJK mensuspen dan membubarkan 6 produk reksadana tersebut. Namun tindakan OJK justru semakin membuat nasabah merasa dirugikan, pasalnya OJK bertindak setelah 6 tahun kemudian sejak pelanggaran tersebut diketahuinya, tentu semakin banyak masyarakat yang menginvestasikan uangnya dan menjadi korban berikutnya. JD- Dampak pandemi Covid-19 di indonesia menjadi penyebab maraknya
Foto Nasabah Minna Padi Aset Manajemen MPAM, Jumat 11 Juni 2021/Monica Wareza/CNBC Indonesia Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah investor dari PT Minna Padi Asset Manajemen MPAM kembali menyerukan haknya untuk mendapatkan pembayaran dari perusahaan manajemen investasi saat ini belum ada perkembangan pembayaran dana investor setelah terakhir dibayarkan lebih dari setahun yang lalu oleh investor MPAM Jackson mengatakan para nasabah ini menuntut Minna Padi untuk bertanggungjawab membayarkan dana investasinya seperti yang dijanjikan dimulai dengan menggunakan nilai aktiva bersih NAB pembubaran. Namun sejak dibubarkan pada akhir 2019, perusahaan tak berniat membayarkan sesuai dengan janjinya tersebut."Jelas Minna Padi harus bertanggungjawab sesuai dengan perjanjian dengan nasabah, jadi tidak dengan pokok tapi sesuai perjanjian 6 bulan berapa, 1 tahun berapa. [Tapi] dari awa tidak ada disebutkan berapa," kata Jackson dalam konferensi pers yang digelar oleh nasabah MPAM, di Hotel Borobudur, Jumat 11/6/2021.Dia menyebutkan jumlah investor yang terlibat dari enam reksa dana Minna Padi ini jumlahnya mencapai orang."Waktu sudah berjalan hampir dua tahun, namun hingga kini kejelasan pengembalian dana tabungan Nasabah Korban MPAM masih tidak jelas," tulis para nasabah itu para nasabah ini menuntut MPAM untuk wajib bertanggungjawab atas segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya. Kemudian juga meminta direksi dan komisaris perusahaan untuk bertanggungjawab secara pribadi karena kelalaiannya mengawasi dana investor pertama telah dilakukan oleh MPAM pada tahun lalu senilai Rp Rp 1,6 triliun dari total kerugian yang sebesar Rp 4,8 triliun dari enam reksa dana yang dibubarkan diketahui, OJK telah membubarkan enam reksa dana Minna Padi dengan dana kelolaan Rp 6 triliun milik nasabah MPAM, Rp 4,8 triliun dari reksa dana dan sisanya dari repo enam reksa dana tersebut ialah, Amanah Saham Syariah, Hastinaputra Saham, Pringgodani Saham, Pasopati Saham, Properti Plus Saham dan Keraton II. Reksa dana tersebut dibubarkan pada 25 November rinci, perkiraan kekurangan pembayaran sesuai dengan NAV net asset value pembubaran dengan asumsi jumlah unit mengikuti tanggal 30 November/ belum ada penjualan apapun dari tanggal 25 November 2019 - 30 November 2019 adalah total dari 6 produk itu Rp 2,9 terdiri dari Amanah Saham Syariah Rp 128,55 miliar, Hastinapura Saham Rp 545,35 miliar, Pringgondani Saham Rp 1,21 triliun, Pasopati Saham Rp 690,17 miliar, Property Plus Saham Rp 141,37 miliar, Keraton II Rp 187,17 miliar, sehingga total Rp 2,91 surat MPAM kepada nasabah pada 30 September yang diperoleh CNBC Indonesia dan ditandatangani Direktur MPAM, Budi Wihartanto, memang disebutkan tanggal efektif pembubaran dan likuidasi atas reksa dana Amanah Saham Syariah pada Rabu, 30 September 2020."MPAM telah melakukan pelunasan sebagian kepada pemegang Unit Penyertaan PUP dengan membagikan dana cash hasil penjualan portofolio efek reksa dana Amanah Saham Syariah secara proporsional pada 11 Maret 2020," kata Budi, dalam Minna Padi memang meminta persetujuan regulator untuk menjalankan lelang terbuka sebagai solusi untuk menyelesaikan pembubaran likuidasi atas 6 reksa dana yang dikelola MPAM."Kami tengah meminta persetujuan OJK untuk menjalankan proses lelang terbuka di luar mekanisme bursa efek, yakni penjualan saham melalui balai lelang independen yang ditunjuk," kata Budi, saat itu, Selasa 23/6/2020 [GambasVideo CNBC] Artikel Selanjutnya Likuiditas, Tantangan MI Kembangkan Produk Reksa Dana Indeks tas/tasRQXF.